Nama aslinya adalah Yahya Bin Syaraf Bin Hasan Bin Husein An-Nawawi Ad-Dimasyqi. Lahir pada bulan muharram 631 H di Nawa, daerah  Damaskus (sekarang ibu kota Suriah)

AWAL MULA BELAJAR
 Awal mula belajar kepada sang ayah sendiri yang terkenal orang sholeh. Alhasil imam nawawi kecil sudah hafal al quran di usia sebelum baligh.

Ada hal menarik dari si imam nawawi kecil. Saat itu gurunya syaikh Yasin bin Yusuf Az-Zarkasyi melihat nawawi kecil dipaksa oleh teman-temannya untuk bermain bersama. Namun nawawi kecil menolak dan menangis karena dipaksa. Syaikh Yasin lalu berkata bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang paling pintar dan paling zuhud pada zamannya dab bisa memberikan banyak manfaat untuk umat islam.

Beliau tinggal di kota kelahirannya, Nawa, sampai usia 18 tahun. Kemudian setelah tahun 649 H beliau memulai pengembaraannya untuk mencari ilmu ke Damaskus, Suriah dengan menghadiri halaqoh-halaqoh ilmiah yang diadakan para ulama di kota tersebut.beliau tinggal di Madrasah Ar Rawahiyyah di dekat Al Jami’ Al Umawy.

Pada tahun 651 H beliau menunaikan ibadah haji bersama ayahnya dan menetap di madinah selama 1 bulan 15 hari lalu kembali ke Damaskus. Baru pada rtahun 665 H beliau mengajar di Darul Hadits Al Asyrafiyyah (Damaskus) dan menolak untuk mengambil gaji.

Belia diberi gelar Muhyiddin (orang yang menghidupkan agama). Akan tetapi sebenarnya beliau tidak suka dengan gelar tersebut karena ketawadhu’an beliau. Beliau juga sosok yang zuhud, wara’ dan bertakwa, sederhana, qona’ah, dan juga berwibawa di damaskus.

Imam nawawi meninggalkan banyak banyak karya ilmiah yang terkenal. Dengan jumlah 40 kitab. Meliputi bidang hadits (kitab arba’in, Riyadhus Sholihin, Al Minhaj (syarah Shohih Muslim), dan At Taqrib wat Tasyir Fii Ma’rifat Sunan Al Basyirin Nadzir
Danjuga dalam bidang fiqih, bahasa, akhlak

WAFAT

Imam nawawi wafat sebagai ulama besar yang tidak pernah lepas dari kemuliaan Al Quran. Dan tepat pada tanggal 24 Rajab 676 H beliau wafat. Seluruh umat islam kehilangan beliau. Namun namanya akan selalu dikenang dan insya Allah akan abadi sebagai jariyah ilmu beliau yang selalu dikaji di pesantren-pesantren di Indonesia dan di seluruh dunia.

IMAM NAWAWI- Hafal Al Quran Sebelum Usia Baligh

admin
,
menikah dulu?

Al Quran dulu?
  vs
Assalamualaikum sobat. Pertanyaan ini sering ditanyakan kebanyakan orang dimanapun. Entah bertanya langsung atau lewat MedSos. Menurut saya sih wajar ya, soalnya ketika umur sudah  waktunya buat nikah, pasti pemikiran itu akan sedikit mengusik pikiran kita (termasuk saya juga).
Lalu mana yang terbaik  untuk didahulukan? Al Quran dulu atau nikah? Sebenarnya jawabannya ada pada pribadi masing-masing sesuai kondisi. Karena kondisi diri sendiri, keluarga atau masalah hati, hanya kita sendiri yang tahu akan hal itu.
Berikut akan disampaikan beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan keputusan yang tepat agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.

 1.Motivasi dalam menikah
Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah motivasi dalam menikah itu sendiri. Apakah niat kita menikah ini untuk menundukkan nafsu, agar maksiat berkurang dan imbasnya nur Al Quran akan lebih mudah masuk, niat ingin meloloskan permintaan ortu atau karena mencintai lawan jenis dan takut calon itu diambil orang dan lain-lain.

 Dan pastinya niat dalam menikah berbeda-beda tiap orang. Kita sebagai penghafal Al Quran, seyogyanya mempertimbangkan niat awal untuk menikah. Mulai dari memilih calon, menyeleksi sebelum sah dijadikan pasangan halal. Hal yang WAJIB diperhatikan bagi orang yang ingin atau tahap menghafal agar niatan untuk khatam Al Quran bisa terwujud adalah melihat kebiasaan, watak, beground dari calon pasangan kita. Artinya, kita harus jeli dalam memilih calon pasangan kita, apakah calon pasangan ini nantinya mendukung niatan kita untuk menyelesaikan hafalan Al Quran atau justru menjadi penghambat? Sebenarnya hal inilah kuncinya. Jika memang niatan anda menikah agar lebih khusuk dalam menghafal, maka pastinya tidak akan sembarangan memilih calon pasangan.  Kenyataan sesungguhnya, banyak akhwat/ikhwan yang berkeinginan menyelesaikan hafalan, tapi  dalam memilih calon tidak mempertimbangkan  apakah pasangannya nanti mesupport atau tidak. Asal saling mencintai, lalu menikah. 

Dilihat dari nikahnya tidak ada yang salah, dilihat dari hukum agama ya sah....tapi ini membahas masalah menghafal Al Quran. Menyangkut masalah tujuan kita agar mendapat support dari pasangannya. Jika kita menggampangkan masalah ini atau asal-asalan, mungkin imbasnya adalah hafalan kita akan terbengkalai bahkan malah bisa berhenti total. Karena menghafal Al Quran dibutuhkan ketenangan, waktu menyendiri, waktu yang benar- istiqomah. Jika pasangan kita tidak mau tahu, bisa terjadi pertengkaran.

 2..Kondisi diri kita sendiri
Maksud dari kondisi diri kita sendiri yaitu, mengetahui dan mengenal kondisi hati kita. Entah keinginan, kebutuhan atau nafsu kita sendiri. Setiap anak adam dibekali syahwat. Dan secara fitrah, kita dianugerahi suka dengan lawan jenis. Dan kondisi syahwat anak adam tentu berbeda-beda. Maka dari itu, kenalilah diri anda masing-masing. Apakah saat ini kondisi anda benar-benar sudah butuh menikah atau bisa ditunda? Apakah jika menikah akan jauh mengurangi maksiat dan menentramkan hati ? Dan apakah jika menunda itu anda bisa menjaga maksiat dari segi syahwat? Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Apa gunanya kita menikah tapi ternyata kita belum siap psikologis yang malah menjadikan hafalan kita kacau dan apalah gunanya kita menunda nikah yang malah menjadikan kita makin terjerumus ke lembah maksiat?




             Saya pernah mendapat pengakuan teman yang ingin segera menikah. Tapi saat minta izin keapda ustadznya, beliau menganjurkan untuk menyelesaikan hafalannya dulu. Dia dilema antara “sendiko dawuh” dengan jiwa tersiksa (karena masalah syahwat ini tidak bisa kita remehkan bagi sebagian orang) atau segera menikah. Saya di pesantren paham akan makna “sendiko dawuh”. Bukan niat mengesampingkan dawuh kyai/ustadz, tapi lebih bijaknya seorang ustadz/guru memperhatikan kondisi psikologis murid/santrinya. 
             Seorang guru yang bijak tentu kenal dengan sifat dan watak santri-santrinya. Jangan sampai masalah syahwat ini dikesampingkan oleh gurunya,  yang menjadikan ini akan berakibat fatal bagi santri. Tentu tidak serta merta ada santri izin nikah terus gurunya harus meng”iya”kan. Ada banyak faktor pertimbangan yang harus diperhatikan. Saya menyampaikan ini bukan untuk mendikte kyai/ustadz/guru.....sama sekali bukan. Ini saya tujukan untuk anda para santri....agar memaklumi “dawuh” guru apapun itu. Pasti seorang guru paham anda. Jangan su’udzon dengan guru kita dikarenakan izin kita untuk menikah ditolak oleh guru kita. Pasti beliau punya pertimbangan lain yang tidak kita pahami. Yakinlah bahwa guru kita akan mengarahkan kearah yang baik bagi anda.

3.  Keputusan orang tua
Sebenarnya tidak semua keputusan memilih antara Al Quran atau menikah ini muncul dari 2 hal diatas. Ada juga alasan karena desakan dari orang tua kita. Seperti artikel saya sebelumnya, ada juga yang bingung karena desakan dari orang tuanya. Memang masalah ini banyak terjadi sebagai salah satu ujian buat kita. Kita ingin sekali melanjutkan hafalan Al Quran, akan tetapi disisi lain, orang tua kita ingin kita segera menikah secepatnya. Sulit memang kalau urusan menikah sudah diatur oleh orang tua. Ada tipe orang tua yang membebaskan anak memilih calon pasangannya sendiri asal baik menurut orang tua. Dan ada pula orang tua yang memonopoli masalah siapa yang akan menjadi pendamping kita. Semuanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jangan mengeluh....semua penghafal Al Quran punya cobaan masing-masing. Yang harus kita lakukan adalah mencari solusi. 

Adapun solusi terbaik menurut saya adalah:

 a. Istikhoroh.

Jika kita menemukan masalah dalam menghafal, terutama yang kita bahas ini, menikah atau menghafal, carilah solusi itu kepada yang membuat segalanya termasuk mengahafal ini, yakni Allah swt. Yakinlah bahwa Allah akan memberi solusi kepada kita. Datanglah kepada Allah sebelum kita datang kepada yang lain. Allah pasti akan memberikan jalan keluar kepada kita. Mungkin kita jarang meminta solusi lewat istikhoroh mengenai suatu masalah. Kita langsung menyikapi secara akal tanpa melibatkan Allah.

       b.  Kyai/ guru
Mintalah pendapat kepada beliau. Beliau yang lebih berpengalaman akan dunia Al Quran. Jangan sembarangan mencari solusi yang bukan dibidangnya. Jangan asal curhat kepada teman, sodara, atau tetanggayang jauh dari bidang kita. Saya pribadi ketika ada masalah yang berhubungan dengan al quran,atau ingin bekerja yang bisa menggagalkan hafalan, cenderung puas dan mantab ketika curhat kepada guru yang juga menghafal Al Quran. Jika curhat kepada ustadz yang bukan penghafal Al Quran, nasehatnya tidak mengena dihati. Wajar sih karena beliau tidak paham detail bagaimana jiwa seorang penghafal Al Quran itu. Beliau hanya meraba. Nasehatnya baik, masuk akal dan sesuai kaidah agama, tapi kurang mantab dihati.

Kesimpulannya...menyelesaikan hafalan dulu atau menikah dulu itu tergantung kebutuhan pribadi masing-masing. Jangan beranggapan kalau menikah dulu terus hafalan kita gagal, belum tentu. Ada banyak orang yang memulai menghafal sesudah mereka menikah. Salah satunya adalah orang tua Muhammad Husein Tabatabai (dari Iran) sang doktor hafidzul quran umur 5 tahun (sekarang sudah umur 17 tahun) yang umum dikenal mukjizat abad 21.

       Ayah dan ibunya mulai menghafal juga ketika sudah menikah. Ayah dan ibunya berkomitmen untuk mulai menghafal bersama. Dan akhirnya kesibukannya menular kepada anak-anaknya yang menjadikan semua anaknya hafal Al Quran
         Ini juga bukti bahwa apapun kebiasaan anak, mayoritas tergantung dari kebiasaan orang tuanya sendiri. Jangan muluk-muluk bercita-cita ingin anaknya menjadi hafidz kalau orang tuanya sendiri jarang membaca Al Quran.
Dan  jika memilih menyelesaikan hafalan dulu, usahakan tertarget, sehari membuat hafalan sekian ayat dan muroja’ah sekian juz. Jangan hanya sekenanya. Yang pasti kalau tidak tertarget, hafalan akan membutuhkan waktu lama, dan menikahpun mungkin akan lama juga.  

Semoga artikel ini bisa menambah bahan referensi untuk teman-teman semua. Mari kita berjuang bersama menjadi keluarga qurani.

Semangat pejuang Al Quran

Pilih Al Quran Dulu atau Menikah ? Mana yang Terbaik?

admin
,


Santri-hafidz** Khususnya bagi penghafal 
Al Quran, tentu tidak asing lagi dengan yang namanya malas, sibuk, mood jelek, otak panas dan lain-lain. Yah wajar sih......kalau dipikir-pikir, bukan cuma penghafal Al Quran aja kok. Apapun aktifitas kita sebenarnya akan terserang "penyakit" itu. Apalagi berurusan dengan penghafal Al Quran yang notabene menghafal kalamullah, pasti godaan itu terasa berat karena syetan pasti akan makin gencar menggoda kita. Betul?

         Nah berikut akan dibahas mengenai cobaan/ujian bagi para penghafal Al Quran. Tentu saja ini hanyalah obrolan kebanyakan dari pengalaman-pengalaman para hafidz dan hafidzoh. Tentu ini berbeda pada tiap individu dan sama sekali bukan tolok ukur....sekali lagi....ini bukan tolok ukur. Jadi tolong sikapi artikel ini dengan bijak ya? Disini saya tidak mau menjadi provokator bahasan kita nanti. Justru saya berusaha untuk meluruskan yang sekiranya kurang pas.

1. Keluarga

Apa maksud cobaan keluarga ini? Ada sebagian teman-teman saya di pesantren cerita kepada saya masalah keluarga ini. Ini meliputi banyak aspek dan biasanya saling berkaitan dengan masalah selanjutnya yang nanti akan kita bahas.
Masalah yang pertama ini kalau untuk yang akhwat biasanya masalah pernikahan. Orang tua kita menjodohkan dengan seseorang yang telah dipilih oleh ayah atau ibu kita. Dan seperti kebanyakan orang, kebayang tidak dijodohkan dengan orang yang mungkin kita belum ada rasa cinta? Sumpek toh.....ya tapi jika diantara anda ada yang seperti itu tidak masalah juga. Awalnya tidak kenal dan tidak cinta, nanti juga akan timbul rasa cinta. Eeiits.....tapi disini saya tidak mau bahas itu ya. Hehee....    
     Dulu ada teman saya di pesantren cerita katanya sedang galau tingkat "dewa" karena disuruh “boyong” (keluar dari pesantren) karena mau dinikahkan dengan orang pilihan bapak dan ibunya. Padahal cewek ini masih ingin tinggal di pesantren menyelesaikan hafalan nya (karena dia belum selesai hafalan). Tapi apa boleh buat, desakan dari ortunya begitu kuat dan dia tidak bisa melawan kehendak ortunya sendir. Akhirnya dia menikah juga dengan kondisi hafalannya belum selesai. Sebenarnya menikah bukan hambatan dalam mengahafal. Justru ada banyak orang yang dengan menikah justru hafalannya lebih terjaga. Asal ada komitmen diantara kedua pasangan untuk saling mengingatkan.
Kedua, biasanya masalah pekerjaan,  yang disarankan oleh pihak keluarga. Mereka mendesak kita untuk segera bekerja. Yang mengharuskan kita keluar dari pesantren atau menghabiskan waktu untuk bekerja.
Dulu saya sempat melawan kehendak bapak dan sodara-sodaraku dalam masalah pekerjaan ini. Ketika kelulusan SMK dan sudah pegang ijazah, saya disuruh kerja ke jakarta dibawa kakak. Rencananya mau didaftarkan ke tempat kakak saya bekerja (PT. NSK) di daerah bekasi. Tapi diluar dugaan, setelah izin sama kyaiku ternyata izinku untuk boyong dari pesantren ditolak. wah.....DITOLAK???  Iya ditolak.....waktu itu ABI (panggilan santri kepada beliau) hanya berkomentar...”udah disini aja dulu, sekarang kamu kerja nanti punya anak 2 badanmu sudah bungkuk” Ya sudah.... akhirnya saya tinggal di Pesantren sampai waktu yang lumayan.

2. Lawan Jenis
Kalau udah ngomongin yang satu ini bawaannya ketawa mulu (inget masa-masa itu. wkwkk...) Semua orang di Pesantren mayoritas sudah pernah “terjerat” masalah ini. Masalah yang satu ini memang banyak menghiasi daftar ta’zir pesantren. Malah ada jargon dari teman-teman, katanya “Aturan itu dibuat untuk dilanggar” wah...ngaco neh anak... :D. 
Tapi memang kenyataanya kasus ini hampir rata diseluruh pesantren kok. Yang pasti sih sembunyi-sembunyi. Saya berpendapat seperti ini pun pasti banyak yang nolak. Akan tetapi masalah ini hanya terjadi di ruang lingkup kamar pesantren. Jadi kemungkinan pihak pengurus tidak begitu tahu. Wuehehe.....(jangan salahkan saya kalau ada pengurus yang baca ini terus ngobrak-abrik kamar nyari bukti. Hehehe.....)

   Dan khususnya bagi penghafal Al Quran entah itu di pesantren atau diluar, kebanyakan mengalaminya juga. Kenapa bisa seperti itu? Jawabannya....mari kita berfikir sejenak. Orang yang menghafal Al Quran itu adalah tugas mulia, pasti godaannya pun tidak gampang. Dan biasanya syetan akan memilih masalah yang umum bisa melemahkan hati. Karena masalah hati/cinta memang sangat mudah masuk ke hati manusia. Dan syetan pun melancarkan aksinya lewat jalan itu. Godaan awal memang terlihat mulia. Seperti misalnya “Ah...cuma kakak-adek'an aja kok” atau “biar tambah semangat” atau “biar ada yang mengingatkan” Tapi apa yang terjadi selanjutnya adalah kebalikannya.....kita stres dengan masalah ini. Yah kita tahu sendirilah lika-liku percintaan. tidak perlu dijelaskan gamblang (mungkin ada diantara pembaca malah sudah bersertifikasi pacaran. wuehehe.....)

3. Penyakit
Masalah selanjutnya adalah penyakit. Kalo ngomongin yang satu ini biasanya berakhir cek-cok sama temen. Apa pasal bisa cek-cok? Masalahnya simple.....teman-teman di pesantren berkeyakinan kalau “mondok itu belum afdhol kalo belum kena penyakit gudig(sejenis penyakit gatal kulit pada sela-sela jari dan bisa rata diseluruh badan, kulit melepuh). Ya terang aja saya menolak mentah-mentah. Sangat tidak masuk akal dan terkesan dibuat-buat.

Kebetulan saya belum pernah kena gudig, akhirnya saya jadi sasaran bully teman-teman  dengan alasan ngawur itu. Saya bertanya-tanya sendiri...masa iya sih berkah dan tidaknya orang nyantri itu ditandai dengan penyakit gudig? Jujur hati saya berontak. Sangat tidak masuk akal. Akhirnya saya tanya ke ustadz saya. Dan jawabannya mengejutkan “Tidak ada alasan seperti itu. Itu pemahaman yang salah. Itu hanya dawuh kyai agar santri itu sabar, semangat dan betah di pesantren” PLOOONGGG.......tenang sudah hati ini. Hehehe.....
Pemahaman santri ini kadang banyak yang salah. Mereka taklid buta tanpa didasari ilmu yang cukup. Misalnya,dulu ada teman dengan sengaja mencuri mangga yang jelas-jelas ditulis dibawah pohon “mangga khusus abah. Santri dilarang ngambil”. Tapi teman saya ini ketika saya ingatkan,malah dengan bangganya sambil ketawa bilang, “Gus dur itu bisa jadi kyai kondang dan wali Allah dulu nyantrinya juga mencuri mangga kyainya” kaget dan tidak habis pikir dengan pemikiran anak ini. Setelah itu saya tanya ke ustadz, beliau dari jember, Jawa Timur. Beliau bilang “Itu ilmu dari mana? Itu ngawur dan sama sekali tidak mencerminkan santri. Sengaja dan dengan bangganya mengambil kesimpulan yang salah kaprah. Santri itu jangan menggampangkan hukum. Apalagi menggampangkan mencuri dengan dasar hukum yang ngawur. Itu mangga kyainya sendiri dicuri. Besok bisa jadi TV kyainya yang dicuri. Kamu jangan terpengaruh pikiran bodoh itu”.

4. Pekerjaan

         Yups....pada bahasan ini memang sangat mebingungkan. Apalagi jika kita dari kalangan keluarga miskin seperti saya ini. Seperti tulisan saya diatas, saya pernah disuruh ortu buat kerja di jakarta. Setelah sekian lama saya memutuskan tetap tinggal di pesantren, lambat laun keinginan kerja itu sungguh tidak bisa saya tahan lagi karena mendengar teman-teman sekelas dulu sudah banyak yang bisa beli ini-itu sendiri. Sementara saya masih mengandalkan kiriman dari ortu. Tapi permintaan izin kepada kyaiku berkali-kali ditolak. Apa boleh buat, saya hanya bisa gigit jari. Setelah beberapa kali ditolak, akhirnya saya nyerah juga. Ya nyerah karena tidak berani izin boyong lagi. Prinsip saya saat itu sederhana...sami’na wa atho’na (baca: pakai dhommir انا ya) . Udah itu aja. Saya berharap suatu saat nanti akan mendapatkan hikmah dari keputusan itu.


5. Keluarga Meninggal
Ada juga sebagian orang yang berpemahaman seperti itu. Tulisan pembukaan diatas sudah saya katakan, semua bukan ilmu mutlak, semua masalah diatas kondisional. Bukan berarti terjadi pada satu orang, terus akan terjadi pada semua orang yang menghafal.

 Kita harus pintar membedakan antara ujian yang bisa mendatangkan pahala dengan ujian yang hanya bisa membuat syetan tertawa dengan memasukkan ke hati kita kalau menghafal Al Quran itu "PASTI" akan ada keluarga kita yang meninggal. Saya pribadi sangat tidak setuju dengan pemikiran seperti ini. Itulah kalau kita hanya membaca tapi kita sendiri tidak mempraktekkan. Orang hanya menemukan tulisan di internet, terus main posting....akhirnya meracuni pikiran sebagian orang.
       Mungkin memang ada sebagian keluarga si penghafal yang meninggal, tapi jangan juga itu dijadikan jargon...”oww...berarti kalo menghafal itu keluarga kita pasti akan meninggal?” wah repot kalau begini caranya, semua orang berfikir ribuan kali dong kalau mau menghafal. Lah sekarang pertanyaannya, apa kalau kita tidak menghafal, terus keluarga kita tidak meninggal? Hayoo....itu pertanyaan sekaligus bantahan untuk prinsip ngawur tadi. Jadi tolonglah buka pemikiran seluas-luasnya agar tidak salah persepsi menakutkan untuk orang lain yang ingin memulai menghafal Al Quran.
Intinya ....diperlukan pengetahuan yang memadai menyikapi masalah cobaan dalam menghafal kitabullah ini. Jika tidak, yang timbul hanyalah ketakutan atau kekhawatiran. Yang lebih parahnya lagi, karena ingin statusnya di facebook atau sosmed di "like" atau dikomentari banyak orang, akhirnya membuat status yang sebenarnya mereka sendiri sudah punya pengetahuan akan hal itu. Celakanya kalau status itu dibaca orang lain, dengan kemampuan nalar orang berbeda-beda, membuat pola pikirnya terpengaruhi. Yang tadinya mau menghafal Al Quran akhirnya batal karena informasi yang salah. Belum lagi jika orang tersebut cerita kepada teman-temannya yang mungkin juga tidak paham masalah yang sebenarnya. Akhirnya yang terjadi "sesat dan menyesatkan". Na'udzubillah min dzaalik. 
Semoga kita diberikan hidayah oleh Allah untuk meyakini bahwa menghafal Al Quran bukanlah untuk menyiksa atau membuat susah hambanya yang ingin menghidupkan agama ini dengan menghafal firman Nya. Akan tetapi Allah ingin membahagiakan hambanya dunia dan akherat. 
Yang harus kita pahami, jika ingin jadi pohon tinggi, bersiap-siaplah diterpa angin, karena itu adalah keharusan bagi pohon tinggi, tapi tidak sembarangan orang bisa meraih tingginya ujung pohon itu. Jika tidak mau, maka jadilah rumput, aman tidak akan diterpa angin besar yang bisa merobohkan dirinya, tapi orang cacat pun bisa menginjaknya. Kambing pun bisa seenaknya menginjak-nginjak. Bahkan buang kotoran pun dirumput.  Mau pilih mana kawan? Pilihan ada ditanganmu. :)

Semoga tulisan sederhana ini bisa menyemangati teman-teman semua dalam menghafal atau membaca Al Quran. Mari kita berjuang bersama dengan Al Quran. SEMANGAT..!!!

Salam pejuang Al Quran

Inilah Cobaan bagi Penghafal Al Quran. Anda termasuk yang mana?

admin
,

(gambar diambil dari google)

Assalamualaikum wr wb.

Apa kabar teman-teman seperjuangan? Mudah-mudahan kita selalu dalam keadaan sehat dan selalu ditakdirkan untuk selalu berbuat kebaikan. Aamiin.

Dalam materi pembukaan artikel perdana saya ini, saya ingin sekedar sharing mengenai menghafal Al ََََََQuran. Tetapi bukan berarti saya sudah ahli lho...bukan. Saya hanya ingin berbagi saja. saya juga ingin mendapat teman yang selalu berbuat kebaikan terutama dalam menghafal Al Quran. Maka dari itu, saya mohon izin kepada teman-teman semua untuk menulis artikel perdana ini agar bermanfaat untuk saya pribadi, teman-teman dan siapapun yang membutuhkan isi dari artikel ini. 

 
Hafal al quran? wah siapa yang tidak mau? Saya rasa mayoritas dari kita ingin sekali hafal Al Quran. Tapi bagaimana proses untuk menjadi penghafal al quran itu? Gampang atau sulit? Belum lagi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang mau menghafal Al Quran. Diantaranya HARUS mengerti/menguasai kaidah tajwid (ilmu yang mempelajari tentang hukum bacaan al quran) dan lain-lain. Jadi menurut pendapat pribadi saya, menghafal al quran haruslah dibimbing oleh seorang guru agar bacaan qurannya ada yang membenarkan disaat kita salah  membaca.

Lalu apakah menghafal al quran itu susah? Karena sebagian teman-teman, atau membaca di sosmed ada sebagian yang komentar katanya hafalan Al Quran nya lari entah kemana atau lupa. Apa yang salah? Pasti ada yang salah. Ya kita salahkan diri kita saja,  kenyataan sebagian besar kendala itu kita sendiri yang membukakan pintu. Jadi intinya adalah introspeksi diri saja. 

Lalu bagaimana menyiasati kesibukan kita menimba ilmu di sekolah atau di kampus, bekerja mencari nafkah atau mengurus rumah tangga? Sebenarnya tergantung kita pribadi dalam mengatur waktu. Karena dalam proses menghafal Al Quran itu menyimpan banyak pelajaran yang insya Allah kalau kita istiqomah, akan menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadikan sifat/watak kita berubah kearah yang jauh lebih baik. 



Pengalaman saya pribadi, menghafal Al Quran itu mudah asal istiqomah. kalau tidak istiqomah....waduh bisa berabe kata orang betawi. Kenapa? Secerdas apapun orang, kalau tidak istiqomah dalam menghafal, murojaah...akan kesulitan melekatkan hafalan di otak kita. Saya juga sekarang masih proses menghafal. 




Masih ingat ketika dulu juz 8 hafal diluar kepala. Tapi karena "merasa" hafalan saya sudah mantab, maka saya tinggal. Walhasil, sekarang juz 8 ini seperti tidak berbekas sama sekali. Berarti bisa diambil kesimpulan, selalu ulang hafalan yang sudah jadi minimal satu minggu sekali. Jangan kurang dari itu. Karena kalau kurang dari itu maka lama kelamaan, pelan tapi pasti, hafalan anda akan hilang. Dan itu benar-benar tidak kita sadari. Baru menyesallah kita dengan kondisi bingung dan berkata "dimana hafalan saya?"





Oke teman-teman itu sekelumit tentang muqoddimah menghafal
 Al Quran kali ini. Insya Allah nanti akan berlanjut ke materi-materi selanjutnya. Insya Allah saya akan terus mengisi artikel-artikel mengenai menghafal Al Quran ini step bye step. Dari awal hingga akhir.

 Jadi ikuti terus artikel ini. Mudah-mudahan berguna untuk merangsang semangat kita dalam menghafal Al Quran. Aamin.

 wassalamualaikum wr wb.

Menghafal Al Quran? Gampang atau Susah?

admin
,