Pilih Al Quran Dulu atau Menikah ? Mana yang Terbaik?

No Comments
menikah dulu?

Al Quran dulu?
  vs
Assalamualaikum sobat. Pertanyaan ini sering ditanyakan kebanyakan orang dimanapun. Entah bertanya langsung atau lewat MedSos. Menurut saya sih wajar ya, soalnya ketika umur sudah  waktunya buat nikah, pasti pemikiran itu akan sedikit mengusik pikiran kita (termasuk saya juga).
Lalu mana yang terbaik  untuk didahulukan? Al Quran dulu atau nikah? Sebenarnya jawabannya ada pada pribadi masing-masing sesuai kondisi. Karena kondisi diri sendiri, keluarga atau masalah hati, hanya kita sendiri yang tahu akan hal itu.
Berikut akan disampaikan beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan keputusan yang tepat agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.

 1.Motivasi dalam menikah
Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah motivasi dalam menikah itu sendiri. Apakah niat kita menikah ini untuk menundukkan nafsu, agar maksiat berkurang dan imbasnya nur Al Quran akan lebih mudah masuk, niat ingin meloloskan permintaan ortu atau karena mencintai lawan jenis dan takut calon itu diambil orang dan lain-lain.

 Dan pastinya niat dalam menikah berbeda-beda tiap orang. Kita sebagai penghafal Al Quran, seyogyanya mempertimbangkan niat awal untuk menikah. Mulai dari memilih calon, menyeleksi sebelum sah dijadikan pasangan halal. Hal yang WAJIB diperhatikan bagi orang yang ingin atau tahap menghafal agar niatan untuk khatam Al Quran bisa terwujud adalah melihat kebiasaan, watak, beground dari calon pasangan kita. Artinya, kita harus jeli dalam memilih calon pasangan kita, apakah calon pasangan ini nantinya mendukung niatan kita untuk menyelesaikan hafalan Al Quran atau justru menjadi penghambat? Sebenarnya hal inilah kuncinya. Jika memang niatan anda menikah agar lebih khusuk dalam menghafal, maka pastinya tidak akan sembarangan memilih calon pasangan.  Kenyataan sesungguhnya, banyak akhwat/ikhwan yang berkeinginan menyelesaikan hafalan, tapi  dalam memilih calon tidak mempertimbangkan  apakah pasangannya nanti mesupport atau tidak. Asal saling mencintai, lalu menikah. 

Dilihat dari nikahnya tidak ada yang salah, dilihat dari hukum agama ya sah....tapi ini membahas masalah menghafal Al Quran. Menyangkut masalah tujuan kita agar mendapat support dari pasangannya. Jika kita menggampangkan masalah ini atau asal-asalan, mungkin imbasnya adalah hafalan kita akan terbengkalai bahkan malah bisa berhenti total. Karena menghafal Al Quran dibutuhkan ketenangan, waktu menyendiri, waktu yang benar- istiqomah. Jika pasangan kita tidak mau tahu, bisa terjadi pertengkaran.

 2..Kondisi diri kita sendiri
Maksud dari kondisi diri kita sendiri yaitu, mengetahui dan mengenal kondisi hati kita. Entah keinginan, kebutuhan atau nafsu kita sendiri. Setiap anak adam dibekali syahwat. Dan secara fitrah, kita dianugerahi suka dengan lawan jenis. Dan kondisi syahwat anak adam tentu berbeda-beda. Maka dari itu, kenalilah diri anda masing-masing. Apakah saat ini kondisi anda benar-benar sudah butuh menikah atau bisa ditunda? Apakah jika menikah akan jauh mengurangi maksiat dan menentramkan hati ? Dan apakah jika menunda itu anda bisa menjaga maksiat dari segi syahwat? Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Apa gunanya kita menikah tapi ternyata kita belum siap psikologis yang malah menjadikan hafalan kita kacau dan apalah gunanya kita menunda nikah yang malah menjadikan kita makin terjerumus ke lembah maksiat?




             Saya pernah mendapat pengakuan teman yang ingin segera menikah. Tapi saat minta izin keapda ustadznya, beliau menganjurkan untuk menyelesaikan hafalannya dulu. Dia dilema antara “sendiko dawuh” dengan jiwa tersiksa (karena masalah syahwat ini tidak bisa kita remehkan bagi sebagian orang) atau segera menikah. Saya di pesantren paham akan makna “sendiko dawuh”. Bukan niat mengesampingkan dawuh kyai/ustadz, tapi lebih bijaknya seorang ustadz/guru memperhatikan kondisi psikologis murid/santrinya. 
             Seorang guru yang bijak tentu kenal dengan sifat dan watak santri-santrinya. Jangan sampai masalah syahwat ini dikesampingkan oleh gurunya,  yang menjadikan ini akan berakibat fatal bagi santri. Tentu tidak serta merta ada santri izin nikah terus gurunya harus meng”iya”kan. Ada banyak faktor pertimbangan yang harus diperhatikan. Saya menyampaikan ini bukan untuk mendikte kyai/ustadz/guru.....sama sekali bukan. Ini saya tujukan untuk anda para santri....agar memaklumi “dawuh” guru apapun itu. Pasti seorang guru paham anda. Jangan su’udzon dengan guru kita dikarenakan izin kita untuk menikah ditolak oleh guru kita. Pasti beliau punya pertimbangan lain yang tidak kita pahami. Yakinlah bahwa guru kita akan mengarahkan kearah yang baik bagi anda.

3.  Keputusan orang tua
Sebenarnya tidak semua keputusan memilih antara Al Quran atau menikah ini muncul dari 2 hal diatas. Ada juga alasan karena desakan dari orang tua kita. Seperti artikel saya sebelumnya, ada juga yang bingung karena desakan dari orang tuanya. Memang masalah ini banyak terjadi sebagai salah satu ujian buat kita. Kita ingin sekali melanjutkan hafalan Al Quran, akan tetapi disisi lain, orang tua kita ingin kita segera menikah secepatnya. Sulit memang kalau urusan menikah sudah diatur oleh orang tua. Ada tipe orang tua yang membebaskan anak memilih calon pasangannya sendiri asal baik menurut orang tua. Dan ada pula orang tua yang memonopoli masalah siapa yang akan menjadi pendamping kita. Semuanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jangan mengeluh....semua penghafal Al Quran punya cobaan masing-masing. Yang harus kita lakukan adalah mencari solusi. 

Adapun solusi terbaik menurut saya adalah:

 a. Istikhoroh.

Jika kita menemukan masalah dalam menghafal, terutama yang kita bahas ini, menikah atau menghafal, carilah solusi itu kepada yang membuat segalanya termasuk mengahafal ini, yakni Allah swt. Yakinlah bahwa Allah akan memberi solusi kepada kita. Datanglah kepada Allah sebelum kita datang kepada yang lain. Allah pasti akan memberikan jalan keluar kepada kita. Mungkin kita jarang meminta solusi lewat istikhoroh mengenai suatu masalah. Kita langsung menyikapi secara akal tanpa melibatkan Allah.

       b.  Kyai/ guru
Mintalah pendapat kepada beliau. Beliau yang lebih berpengalaman akan dunia Al Quran. Jangan sembarangan mencari solusi yang bukan dibidangnya. Jangan asal curhat kepada teman, sodara, atau tetanggayang jauh dari bidang kita. Saya pribadi ketika ada masalah yang berhubungan dengan al quran,atau ingin bekerja yang bisa menggagalkan hafalan, cenderung puas dan mantab ketika curhat kepada guru yang juga menghafal Al Quran. Jika curhat kepada ustadz yang bukan penghafal Al Quran, nasehatnya tidak mengena dihati. Wajar sih karena beliau tidak paham detail bagaimana jiwa seorang penghafal Al Quran itu. Beliau hanya meraba. Nasehatnya baik, masuk akal dan sesuai kaidah agama, tapi kurang mantab dihati.

Kesimpulannya...menyelesaikan hafalan dulu atau menikah dulu itu tergantung kebutuhan pribadi masing-masing. Jangan beranggapan kalau menikah dulu terus hafalan kita gagal, belum tentu. Ada banyak orang yang memulai menghafal sesudah mereka menikah. Salah satunya adalah orang tua Muhammad Husein Tabatabai (dari Iran) sang doktor hafidzul quran umur 5 tahun (sekarang sudah umur 17 tahun) yang umum dikenal mukjizat abad 21.

       Ayah dan ibunya mulai menghafal juga ketika sudah menikah. Ayah dan ibunya berkomitmen untuk mulai menghafal bersama. Dan akhirnya kesibukannya menular kepada anak-anaknya yang menjadikan semua anaknya hafal Al Quran
         Ini juga bukti bahwa apapun kebiasaan anak, mayoritas tergantung dari kebiasaan orang tuanya sendiri. Jangan muluk-muluk bercita-cita ingin anaknya menjadi hafidz kalau orang tuanya sendiri jarang membaca Al Quran.
Dan  jika memilih menyelesaikan hafalan dulu, usahakan tertarget, sehari membuat hafalan sekian ayat dan muroja’ah sekian juz. Jangan hanya sekenanya. Yang pasti kalau tidak tertarget, hafalan akan membutuhkan waktu lama, dan menikahpun mungkin akan lama juga.  

Semoga artikel ini bisa menambah bahan referensi untuk teman-teman semua. Mari kita berjuang bersama menjadi keluarga qurani.

Semangat pejuang Al Quran
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar: